Todosemjogo.org – TITAH RAKYAT mendesak Kejaksaan Negeri Kota Bekasi bmenindak tegas maraknya reklame tanpa izin PBG yang dinilai merugikan PAD dan melanggar tata ruang.
Read More : Warga Bekasi Diimbau Waspada: Modus Penipuan Berkedok Aktivasi IKD Meningkat
Reklame adalah wajah kota di malam hari, tapi juga cermin tata kelola. TITAH RAKYAT menilai, pembiaran terhadap ribuan papan reklame tanpa Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) membuat Pendapatan Asli Daerah tak maksimal. Di balik gemerlap lampu, ada angka yang tak masuk kas daerah.
Sorotan Lokasi: Bando di Jalan Raya Caman
Salah satu titik yang disorot berada di atas trotoar dan saluran air di Jalan Raya Caman, Kelurahan Jatibening, Kecamatan Pondokgede. Reklame jenis bando itu disebut merampas ruang pejalan kaki—ruang paling sederhana namun paling sering dikorbankan.
Ketua TITAH RAKYAT, M Ali Akbar, mengingatkan Perda Nomor 7 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Reklame. Pasal 15 ayat (6) tegas melarang penyelenggaraan reklame di atas trotoar. Ia juga menyebut dugaan ketiadaan izin PBG pada titik Jatibening. “Ini bukan sekadar pelanggaran teknis, ini soal kepatuhan,” ujarnya, Kamis (07/08/2025).
Seruan Tegas: Kejari Turun Tangan
Ali mendesak Kejari Kota Bekasi menindak oknum penyelenggara dan pihak-pihak yang diduga “bermain aturan”. Ia menyinggung peran Dinas Tata Ruang sebagai pemberi rekomendasi PBG serta Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air sebagai tim teknis. “Jangan tutup mata. Isu pajak reklame sudah jadi temuan BPK sejak tahun lalu,” tegasnya.
Arahan nasional jelas: kota harus tertib, indah, dan ramah pejalan kaki. Reklame tak boleh jadi alasan menyingkirkan warga dari trotoarnya sendiri. Ketika kota ditata dengan disiplin, kepercayaan publik tumbuh; PAD ikut membaik.
Baca juga: Koperasi Merah Putih Margahayu Desak Kantor Representatif: Layanan UMKM Perlu Ruang yang Layak
Penutup: Menanti Sikap Hukum yang Tegas
TITAH RAKYAT berharap Kejari menjalankan langkah penegakan dengan cepat, terukur, dan transparan—mulai dari audit perizinan, penindakan pada titik pelanggaran, hingga pemulihan fungsi trotoar dan saluran air. “Bekasi butuh aturan yang ditegakkan, bukan sekadar dihafalkan,” tandas Ali. Pada akhirnya, tata kota adalah cermin moral pengelola: apakah kepentingan umum benar-benar diletakkan paling depan?







