todosemjogo.org – Dengan adanya rencana aksi masyarakat dan maraknya kerusuhan di sejumlah daerah belakangan ini, Pemkot Bekasi menegaskan strategi pencegahan yang bertumpu pada koordinasi lintas-instansi dan dialog terbuka dengan warga. Wali Kota Bekasi, Tri Adhianto, memastikan ruang penyampaian pendapat tetap terjaga tanpa mengorbankan ketertiban umum.
Read More : Pemkot Gelar Musrenbang Libatkan Partisipasi Warga
Koordinasi & Dialog sebagai Kunci
Dalam keterangan pada Sabtu, 30 Agustus 2025, Tri menekankan bahwa pemerintah daerah memahami keresahan dan tuntutan warga. Aspirasi perlu disalurkan, tetapi dengan tatacara yang membuat kota tetap kondusif. Pesan utamanya terang: protes boleh, chaos jangan.
Ia menegaskan, jalur komunikasi tak boleh putus. Pemkot merawat kanal dialog agar keluhan tidak menumpuk menjadi bara, dan koordinasi dengan aparat keamanan serta pemangku kepentingan dilakukan sejak dini untuk memetakan potensi kerawanan.
Menjaga Demokrasi Tetap Aman
Kebebasan berpendapat adalah hak, keselamatan publik adalah kewajiban negara. Dua hal ini kerap berhadapan, padahal semestinya berdampingan. Pemkot Bekasi mencoba menautkannya: membuka ruang ekspresi, tetapi mengawal agar aksi tidak menjelma gangguan ketertiban.
Dalam kerangka itu, pemerintah menekankan prosedur pengamanan yang humanis, mengedepankan pendekatan persuasif, membatasi eskalasi, dan memastikan rute aksi, waktu, serta tata tertib disepakati sejak awal. Ketika semua pihak paham aturan main, potensi salah paham dapat ditekan.
Dorongan Evaluasi Internal Kepolisian
Tri juga menyinggung perlunya pembenahan internal di tubuh Polri. Penegakan hukum, kata dia, bukan hanya ke luar, tetapi juga ke dalam, menindak tegas jika ada oknum yang melanggar kode etik saat menangani demonstrasi.
Itu bukan tudingan, melainkan pengingat, kredibilitas aparat lahir dari konsistensi. Jika ada penyimpangan, sanksi jelas; jika prosedur sudah tepat, dukungan juga tegas. Dengan begitu, kepercayaan publik bisa dipulihkan dan dirawat karena keamanan yang kuat berdiri di atas legitimasi, bukan sekadar barikade.
Langkah Antisipasi Sejak Pagi
Sejak pagi di hari yang sama, Pemkot menggelar dzikir dan doa bersama para ulama. Bagi sebagian orang, itu simbol; bagi yang lain, itu energi moral. Pemerintah memaknainya sebagai ajakan: memulihkan suasana kebatinan kota, menjahit optimisme, dan menegaskan bahwa kegaduhan tak boleh menggeser agenda utama yang membuat Bekasi tetap tumbuh dan warga tetap sejahtera.
Rangkaian antisipasi ini disertai pemetaan risiko: titik rawan, pola mobilisasi massa, jalur evakuasi, hingga kesiapan layanan kesehatan. Pencegahan adalah kerja sunyi yang tidak selalu terlihat, tetapi menentukan.
Menguji Kedewasaan Publik
Kota yang besar diuji bukan hanya oleh kemacetan dan banjir, melainkan juga oleh perbedaan pendapat. Bekasi sedang menguji kedewasaannya: mampukah kita memperdebatkan kebijakan tanpa memekikkan kebencian? Mampukah kita turun ke jalan sambil tetap menjaga jalan itu tetap milik semua?
Pemkot menyeru warga untuk menjaga aksi tetap damai, menolak provokasi, dan mematuhi ketentuan pelaksanaan demonstrasi. Aspirasi yang disampaikan dengan tertib lebih mudah diurai, lebih kuat daya dorongnya, dan lebih kecil biayanya bagi publik.
Harapan dan Agenda ke Depan
Tri menutup dengan keyakinan: “Cobaan ini akan terlewatkan dalam rangka Indonesia yang maju dan cemerlang.” Optimisme bukan penyangkal realitas, melainkan kompas. Dari koordinasi yang rapi, evaluasi institusional, hingga ruang dialog yang dipelihara semuanya dirajut untuk memastikan hak demokrasi berjalan berbarengan dengan rasa aman.
Ke depan, Pemkot berkomitmen menjaga ritme: rapat koordinasi berkala, kanal pengaduan yang responsif, serta pelibatan tokoh agama dan masyarakat sebagai penyangga sosial. Sebab ketertiban bukan sekadar tugas aparat, tetapi hasil gotong royong seluruh warga kota.
Penutup
Kita tak bisa memilih badai, tetapi bisa memilih cara berdiri. Bekasi memilih berdiri dengan kepala dingin dan pintu yang terbuka: menampung aspirasi, memagari provokasi, dan menguatkan kepercayaan. Demokrasi kita akan sehat jika prosedurnya dipegang, etikanya dijaga, dan komunikasinya dirawat.
Ketika pemerintah, aparat, dan warga sama-sama disiplin pada aturan main, aspirasi menemukan jalannya tanpa harus menabrak keselamatan. Di situlah kota ini bertumbuh bukan di tengah hiruk pikuk yang membakar, melainkan di ruang dialog yang menyejukkan.






