Dugaan Kekerasan di Rapat Banggar DPRD Kota Bekasi: Ahmadi Resmi Lapor Polisi

Todosemjogo.org – Rapat Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kota Bekasi yang semestinya membahas angka dan program, berubah tegang. Anggota DPRD Fraksi PKB, Ahmadi, mengaku mengalami tindakan kekerasan nonverbal—ditoyor dan didorong di bagian kepala—oleh ARH dari Fraksi PDI Perjuangan. Insiden pada Senin, 22 September 2025 itu berujung laporan awal ke kepolisian.

Read More : Elektabilitas Calon Walikota Bekasi Terus Naik

Suasana rapat Banggar biasanya kering: tabel, asumsi, dan proyeksi. Namun siang itu, nada meninggi, gesture memanas. Perdebatan dipicu pembahasan Rancangan APBD Kota Bekasi 2026. Ahmadi menyebut terdapat potensi kenaikan angka karena dana transfer pemerintah pusat. ARH tidak sependapat. Di titik inilah, menurut Ahmadi, emosi melampaui argumentasi.

“Saya tanya Bang Arif, karena ada selisih pendapat. Dia langsung marah, toyor dan mendorong pakai tangan ke kepala saya,” ujar Ahmadi kepada awak media usai rapat.

Perselisihan Angka: Rp6,8 T vs Rp7,2 T

Sumber api bermula dari selisih angka. Ahmadi menjelaskan, proyeksi RAPBD 2026 disebut Rp6,8 triliun. Ia menimpali: bila memasukkan transfer pusat, totalnya berpotensi Rp7,2 triliun. Ia menilai sanggahan itu murni soal metodologi perhitungan, bukan serangan personal. Namun, perdebatan teknis berubah personal, bahkan fisik—setidaknya menurut klaim Ahmadi.

“Saya bilang ada transfer pusat yang akan bertambah. Jadi Rp7,2 triliun. Tanpa aba-aba, yang bersangkutan marah. Mungkin karena merasa argumentasinya terbantah,” kata Ahmadi.

Insiden di ruang rapat tak hanya menyisakan catatan absensi dan lembar kerja. Dari luar parlemen, Papang, perwakilan masyarakat, mengecam keras tindakan arogansi pejabat publik.

“Jangan ada arogansi yang ditunjukkan wakil rakyat, apalagi saat membahas anggaran untuk masyarakat Kota Bekasi,” ucapnya.

Papang juga mendorong Polres Metro Bekasi Kota mengusut tuntas peristiwa ini. “Saya berharap kepolisian menindaklanjuti. Jangan sampai rakyat mencontoh kelakuan arogansi dari wakilnya sendiri,” tegasnya.

Baca juga: Bekasi Masuk Program Nasional Kota Hijau

Langkah Hukum: Laporan Awal Sudah Didaftarkan

Ahmadi memastikan telah membuat laporan awal atas dugaan kekerasan nonverbal. Proses ini, menurutnya, perlu ditempuh agar perbedaan pendapat kembali ditempatkan pada rel yang benar: argumentasi, bukan intimidasi.

Penegakan hukum diharapkan berjalan objektif. Sampai artikel ini disusun, keterangan resmi dari pihak terlapor belum disampaikan. Prinsip asas praduga tak bersalah tetap berlaku bagi semua pihak.

Ruang rapat adalah arena gagasan, bukan arena adu fisik. Dalam setiap ketok palu anggaran, ada nasib layanan dasar yang dipertaruhkan: pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur. Karena itulah, standar etik wakil rakyat menjadi sorotan. Publik tak sekadar menilai isi kebijakan, tetapi juga cara kebijakan itu lahir.

Insiden ini menjadi alarm. Parlemen daerah butuh code of conduct yang ditegakkan, manajemen konflik yang dewasa, serta moderasi sidang yang tegas. Pimpinan rapat dan alat kelengkapan dewan perlu memastikan setiap perbedaan diproses secara deliberatif, bukan konfrontatif.

Dampak Politik dan Kepercayaan Publik

Setiap kejadian di ruang sidang adalah panggung yang disaksikan warga. Ketika bahasa tubuh lebih keras daripada data, kepercayaan publik ikut terkikis. Padahal, pembahasan APBD menyangkut mandat yang diberikan pemilih. Momentum ini bisa menjadi refleksi bersama: politik anggaran harus dikawal oleh disiplin fakta, bukan adrenalin emosi.

Apa Selanjutnya?

Publik menunggu tiga hal:

  1. Proses hukum yang transparan atas laporan Ahmadi;
  2. Sikap resmi DPRD untuk mengevaluasi tata tertib dan etika persidangan;
  3. Klarifikasi dari pihak terlapor untuk menjaga ruang publik dari simpang siur.

Pada akhirnya, demokrasi lokal tak hanya dinilai dari angka triliun yang tercantum dalam RAPBD, tetapi juga dari ketenangan kepala saat menimbangnya.

Insiden di Banggar DPRD Kota Bekasi mengajarkan satu hal yang tak lekang: kekuatan argumen harus lebih tajam daripada tangan. Jika perbedaan pandangan soal hitungan anggaran bisa berujung pada kekerasan, yang rapuh bukan hanya dahi seseorang, melainkan marwah institusi. Kini, bola berada di tiga kaki: penegak hukum, lembaga dewan, dan kedewasaan politik individu. Publik menunggu: apakah konflik ini diselesaikan dengan data, atau dibiarkan menjadi noda?

Related Posts

Mahamuda Desak PKB Gulirkan Hak Angket Mutasi Jabatan di Pemkot Bekasi

Table of Contents Sorotan Nepotisme dan Konflik Kepentingan Peta Fraksi dan Peluang Koalisi Mengapa Hak Angket Penting? Penutup: Ujian Bagi Demokrasi Lokal Todosemjogo.org – Dinamika politik Kota Bekasi kembali memanas.…

PKB Kota Bekasi Tegaskan Laporan Polisi Dugaan Penganiayaan Terus Berlanjut

Table of Contents Latar Perkara dan Sikap Awal Partai Tiga Alasan Kunci Pelaporan Menghormati BK, Menegakkan Jalur Pidana Komunikasi Intensif dan Rasa Kecewa pada Mediasi yang Terlambat Musyawarah, Mandat Partai,…