todosemjogo.org – Pemasangan reklame bando di Jalan Raya Caman, Kota Bekasi, kembali memantik perhatian publik. Struktur besar yang berdiri di atas trotoar dan saluran drainase itu diduga belum mengantongi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG). Dinas Tata Ruang (Distaru) berjanji melakukan cek izin, sementara DPRD Kota Bekasi mendesak langkah tegas karena berpotensi mengganggu fungsi ruang publik dan menggerus Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Read More : MUI Apresiasi Langkah PPATK Bongkar Rekening Dormant Bansos, Desak Penuntasan Hingga Akar Masalah
Di Atas Trotoar dan Saluran Drainase, Apa Imbasnya?
Trotoar dibuat untuk pejalan kaki; drainase untuk mengalirkan air. Ketika keduanya dipasangi konstruksi non-permanen yang tak semestinya, fungsi dasar ruang kota terancam lumpuh. Itulah yang dipersoalkan dari keberadaan reklame bando di ruas Caman: berdiri tepat di atas trotoar dan saluran, membuat asas keselamatan, aksesibilitas, hingga daya dukung infrastruktur publik dipertanyakan. Sorotannya sederhana namun tajam: kalau ruang publik diambil, warga harus lewat mana?
Sekretaris Dinas Tata Ruang Kota Bekasi, Heni Setyowati, menegaskan instansinya akan menelusuri legalitas bangunan reklame tersebut.
“Kami cek perizinannya ya. Kami sampaikan tanggapan setelah data lengkap,” kata Heni melalui pesan WhatsApp, Kamis (11/9/2025).
Pesan itu singkat, tetapi bermakna: investigasi administratif jadi gerbang awal sebelum tindakan penertiban. Jika hasil verifikasi menegaskan tak ada PBG atau terjadi pelanggaran teknis, Distaru memiliki pijakan kuat untuk merekomendasikan penindakan sesuai aturan tata ruang.
DPRD Menekan: Tertibkan Jika Melanggar
Ketua Komisi II DPRD Kota Bekasi, Latu Har Hary, mengingatkan Pemerintah Kota agar tidak ragu menertibkan bangunan yang berdiri di lokasi terlarang.
“Ini perlu disikapi oleh Pemkot, tertibkan kalau posisi (reklame) berada pada tempat tidak seharusnya yaitu di atas saluran drainase maupun trotoar. Ini memang secara regulasi tidak boleh ada bangunan lain di atasnya karena bisa membuat fungsi trotoar atau drainase tidak optimal,” ujarnya di Gedung DPRD Kota Bekasi.
Komisi II, yang membidangi urusan perizinan dan bangunan, menyatakan akan mendalami aspek legal reklame bando tersebut. “Kalau memang izinnya cacat secara regulasi, perlu didalami dan Komisi II mempertanyakan itu kepada dinas terkait,” sambung politisi PKS itu.
Dalam praktik tata ruang, PBG adalah prasyarat yang memastikan keamanan, keselamatan, kenyamanan, dan keserasian bangunan dengan lingkungan. Tanpa izin itu, bangunan rentan melanggar garis sepadan, menutup akses pedestrian, dan mengganggu utilitas kota. Karena itu, kasus Caman bukan hanya soal papan reklame yang mencolok mata; ini ujian disiplin ruang publik: apakah regulasi sanggup melindungi hak pejalan kaki dan fungsi drainase, atau justru kalah oleh kepentingan komersial?
Potensi Dampak ke PAD: Iklan Besar, Pemasukan Harus Jelas
DPRD juga menyinggung potensi kerugian PAD bila reklame tak berizin dibiarkan. Logikanya lugas: setiap visual komersial di ruang kota punya nilai retribusi dan pajak. Jika legalitasnya kabur, potensi penerimaan daerah pun ikut lenyap. Di tengah kebutuhan pembiayaan layanan publik, kebocoran setitik bisa menjadi luka yang melebar.
Rutenya terang. Pertama, Distaru melakukan verifikasi PBG dan kesesuaian teknis lokasi. Kedua, bila terjadi pelanggaran, Pemerintah Kota mengeluarkan teguran tertulis, hingga rekomendasi pembongkaran bila tak ada perbaikan. Ketiga, koordinasi lintas dinas mulai DBMSDA untuk aspek drainase hingga perangkat penegak perda agar tindakan tak berhenti di meja rapat.
“Kalau ada hal-hal yang dirasa janggal, kita dorong untuk ditertibkan secara hukum dan administrasi yang berlaku di Pemkot. Artinya ditertibkan karena bangunan reklame itu harus mengikuti tata kota,” tegas Latu Har Hary.
Perspektif Publik: Ruang Kota Milik Warga
Di balik jargon penataan, inti persoalan selalu kembali ke warga. Trotoar yang steril, drainase yang lapang, dan tata kota yang taat aturan adalah hak publik. Reklame boleh saja berdiri megah, tetapi tidak di atas punggung hak pejalan kaki. Kota yang baik bukan hanya nyaman dilihat, tetapi juga adil dipijak.
Kasus reklame bando di Jalan Raya Caman adalah cermin kecil tentang bagaimana kita menjaga keteraturan ruang bersama. Pemerintah punya mandat menegakkan aturan; legislatif berperan mengawasi; dan pelaku usaha wajib patuh. Jika izin dinyatakan tak ada atau cacat, penertiban adalah konsekuensi bukan intimidasi. Di kota yang sehat, hukum berdiri di depan, dan reklame berdiri di tempat yang semestinya.






