Wildan Fathurrahman Kunjungi Korban TPPO: Desak Pemkot Bekasi Perluas Lapangan Kerja dan Perketat Edukasi Migran

todosemjogo.org – Angga Karidwansyah (24), warga Bantargebang, Kota Bekasi, akhirnya pulang ke Indonesia setelah menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Kamboja. Kepulangannya disambut keluarga dengan haru. Di tengah rasa syukur itu, Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kota Bekasi, Wildan Fathurrahman, datang langsung ke rumah Angga untuk mendengar kesaksian pertama bukan dari medsos, melainkan dari mulut korban sendiri. “

Read More : DLH Bekasi Tancap Gas Wujudkan PSEL Sebagai Langkah Nyata Atasi Krisis Sampah

Alhamdulillah, hari ini saya berkesempatan menjenguk Mas Angga,” ujar politisi PKB itu, Selasa, 2 September 2025. Raut lelah masih terlihat, tetapi ada kelegaan, Angga kembali ke pelukan orang tua.

Dari Niat Baik, Terjerat Iming-Iming

Sebelum tragedi, Angga bekerja di sebuah restoran di Jakarta dan rutin pulang seminggu sekali. Situasi berubah ketika ia tergiur tawaran gaji besar di luar negeri. Niat memperbaiki ekonomi keluarga justru menjerumuskannya pada jaringan perekrut ilegal, penipuan, dan eksploitasi. Kasus Angga bukan anomali. Ia cermin dari celah informasi, lemahnya pengawasan, dan agresifnya bujuk rayu sindikat. “Ini pengingat bahwa perlindungan pekerja migran harus diperkuat,” kata Wildan.

Dua Pesan untuk Warga: Verifikasi dan Legalitas

Wildan menyampaikan dua pesan sederhana namun krusial. Pertama, calon pekerja migran wajib selektif. Verifikasi perusahaan penyalur, telusuri rekam jejaknya, dan pastikan seluruh proses melalui lembaga resmi yang ditunjuk pemerintah. Jangan percaya janji manis tanpa dokumen sah. Kedua, keluarga dan lingkungan perlu proaktif mengawasi. Percakapan di rumah sering kali jadi benteng pertama: tanyakan tujuan, dokumen, serta kontak yang bisa diverifikasi. Kewaspadaan kolektif bisa mematahkan skenario sindikat sebelum mereka mengeksekusi.

Pekerjaan Rumah Pemkot: Edukasi, Posko Pengaduan, dan UMKM

Wildan mendesak Pemerintah Kota Bekasi hadir lebih awal bukan sekadar reaktif setelah kasus meledak. Ia mengusulkan edukasi migrasi aman di tiap kelurahan: kelas rutin, materi praktis, simulasi dokumen, hingga hotline verifikasi cepat. Di tingkat kota, Disnaker diminta membuka posko informasi dan pengaduan TKI yang mudah diakses warga, termasuk layanan konsultasi hukum gratis bagi keluarga yang mencurigai perekrut ilegal. Namun bagi Wildan, kunci pencegahan justru ada di hulu: memperbanyak lapangan kerja dan menciptakan iklim UMKM yang kondusif. Ketika peluang lokal terbuka, godaan “jalan pintas” ke luar negeri lewat jalur gelap akan melemah.

Pelatihan Tenaga Kerja: Ikuti Peta Kebutuhan Pasar

Pelatihan bukan sekadar daftar program, melainkan peta jalan yang mengikuti kebutuhan pasar kerja aktual. Wildan mengingatkan agar pelatihan tak terjebak pada jurusan yang itu-itu saja seperti servis AC, teknik las, atau kejuruan klasik lain tanpa pemetaan demand. Pasar berubah cepat: manufaktur ringan, logistik, kualitas pangan, perhotelan, desain digital, pemasaran konten, hingga dukungan AI, semua membuka ceruk pekerjaan baru. Pelatihan harus adaptif, berjenjang, dan tersertifikasi; magang dengan industri lokal perlu dipadatkan agar lulusan langsung terserap.

Peran Disnaker: Dari Menjalankan Program ke Menghasilkan Dampak

Wildan menyodorkan kritik yang lugas: Disnaker tak cukup “menjalankan program” ia harus naik kelas. Indikatornya jelas: tingkat penyerapan kerja, jumlah UMKM naik kelas, dan penurunan angka pengangguran. Transparansi juga wajib: publik perlu dashboard real-time tentang pelatihan, lowongan terverifikasi, jumlah pengaduan, dan tindak lanjutnya. “Masalah dasar pengangguran adalah leading sector Disnaker. Jangan berhenti di grade C,” tegasnya. Aparat penegak hukum pun didorong menindak tegas sindikat perekrut ilegal mulai dari calo lapangan hingga jaringan lintas negara.

Kolaborasi: Sekolah, RT/RW, dan Warga Digital

Pemerintah daerah tak bisa bergerak sendiri. Sekolah dan kampus dapat menyisipkan literasi migrasi aman dalam Bimbingan Konseling. RT/RW menyiapkan forum sosialisasi berkala. Komunitas digital membantu menyebarkan informasi lowongan resmi serta mengedukasi cara memverifikasi dokumen dan nomor kontak. Media lokal pun berperan menjadi jembatan: menyajikan panduan praktis, menelusuri modus, dan membuka kanal pengaduan yang kredibel.

Alarm dari Bantargebang

Kepulangan Angga adalah kabar baik, tetapi juga alarm keras. Di balik pelukan keluarga, ada pertanyaan yang belum tuntas: berapa banyak “Angga” lain yang masih terjebak? Jawabannya ditentukan oleh keberanian kita menutup celah dari edukasi hingga penegakan hukum, dari pelatihan sampai penciptaan kerja. Bekasi punya sumber daya, pasar, dan manusia yang tangguh. Yang dibutuhkan sekarang: arah yang tegas dan langkah yang konkret. Agar tak ada lagi warga yang “pergi mencari harapan,” lalu pulang membawa luka.

Kasus TPPO tak selesai di meja konferensi pers. Ia diselesaikan di kelas-kelas edukasi, di posko pengaduan yang responsif, di bengkel UMKM yang tumbuh, dan di ruang-ruang pelatihan yang relevan dengan industri. Setelah menjenguk korban, Wildan Fathurrahman mengembalikan bola ke pemerintah daerah, perbanyak lapangan kerja, perketat edukasi migran, dan tindak sindikat tanpa kompromi. Dari Bantargebang, pesan itu menggema ke seantero kota agar peluang tak lagi berubah menjadi perangkap.

Related Posts

Polemik Pemotongan Gaji Tenaga Keamanan Puskesmas Teluk Pucung Berakhir Damai: Mediasi, Kompensasi, dan Janji Perbaikan

Table of Contents Mediasi Arif Rahman Hakim Kesepakatan Kekeluargaan Permintaan Maaf dan Klarifikasi Publik Bekal Perbaikan: Tata Kelola dan Komunikasi Penutup: Dari Polemik ke Praktik Baik Todosemjogo.org – Gelombang reaksi…

Pemkot Bekasi Siapkan Sapu Bersih Reklame Tak Berizin

Table of Contents Rapat Koordinasi: Mesin Eksekusi Dinyalakan Metode Penertiban: Bertahap Namun Tegas Pesan Penutup: Kota Bukan Panggung Tanpa Naskah Todosemjogo.org – Kemacetan visual bukan sekadar soal estetika kota. Reklame…