todosemjogo.org – Pemerintah Kota Bekasi mendorong kebangkitan kembali Sistem Keamanan Lingkungan (Siskamling) di setiap wilayah. Wakil Wali Kota Bekasi, Abdul Harris Bobihoe, menegaskan kolaborasi camat, lurah, RT/RW, hingga aparat penegak hukum adalah kunci menjaga kondusivitas dan ketertiban terutama ketika kota memasuki jam-jam paling sunyi.
Read More : Tabur Bunga di Sasak Kapuk Bekasi Menyapa Ingatan, Meneguhkan Janji
Pengalaman beberapa waktu terakhir menunjukkan, ketika masyarakat berjaga, potensi keonaran dapat ditekan. Itulah argumen utama di balik kebijakan ini. Siskamling yang kerap dianggap tradisi lama kembali diposisikan sebagai garda terdepan pencegahan gangguan keamanan di lingkungan terkecil, dari gang hingga kelurahan.
Arahan Wakil Wali Kota: Komando Turun Berlapis
Harris Bobihoe menekankan sinkronisasi instruksi dari pemerintah kota ke jajaran paling bawah. Camat dan lurah diminta mengaktifkan koordinasi rutin dengan RT/RW, memastikan patroli malam berjalan dan dilaporkan. Ini bukan sekadar imbauan, pemerintah menyiapkan pola kerja yang bisa dipantau dan diukur pelaksanaannya.
Rancangannya jelas: patroli berjenjang yang melibatkan Polres, Polsek, Kesbangpol, dan Satpol PP. Di lapis pertama, warga melalui RT/RW melakukan ronda dan deteksi dini. Di lapis berikutnya, aparat pemerintah dan kepolisian memperkuat respons, memperpendek waktu tanggap jika terjadi indikasi gangguan. Dengan alur ini, informasi dari pos ronda tak berhenti sebagai catatan malam, melainkan ditindaklanjuti secara sistematis.
Peran Camat dan Lurah RT/RW: Instruksi, Monitoring, Laporan
SOP-nya satu arah namun akuntabel. Camat memberi instruksi ke RW; lurah melakukan monitoring; RT/RW mengeksekusi ronda dan menyusun laporan singkat: waktu patroli, titik rawan, kejadian menonjol, serta langkah mitigasi. Laporan itu menjadi data awal pengambilan keputusan dari penambahan lampu jalan, perbaikan CCTV lingkungan, hingga penjadwalan ulang pola jaga.
Wakil Ketua II DPRD Kota Bekasi, Faisal, mendukung percepatan pengaktifan siskamling. Menurutnya, jika camat menginstruksikan RW dan lurah melakukan monitoring, program akan berjalan. Dukungan politik ini penting: memastikan anggaran operasional minimal rompi jaga, peluit, senter, buku log bisa diakses, sekaligus mengawal akuntabilitas pelaksanaan di lapangan.
Tantangan Implementasi: Konsistensi dan Keamanan Jaga
Siskamling tidak cukup diaktifkan; ia harus konsisten. Tantangannya ada pada jadwal jaga yang adil, keselamatan petugas ronda, dan kelengkapan sarana. Pemerintah daerah didorong memperkuat pelatihan dasar dari teknik pengamatan aman, prosedur melapor cepat, hingga koordinasi dengan Bhabinkamtibmas. Prinsipnya jelas: warga bukan penindak, melainkan mata dan telinga yang terlatih untuk mencegah, mencatat, dan menginformasikan.
Ketika lingkungan hidup kembali, interaksi warga meningkat, dan kejahatan oportunistik kehilangan ruang. Siskamling efektif menurunkan risiko pencurian kendaraan, tawuran remaja, hingga gangguan ketertiban malam hari. Efek tambahannya: rasa aman yang nyata, yang sulit diukur dengan angka, tetapi terasa saat anak pulang mengaji atau pedagang menutup warung tanpa cemas.
Ajakan Partisipasi: Komunitas Sebagai Pusat Kendali
Warga dapat mulai dari hal sederhana, memetakan titik rawan, menyepakati jadwal jaga yang manusiawi, dan mengintegrasikan grup komunikasi cepat (RT/RW) dengan nomor kontak Polsek dan Satpol PP. Kolaborasi ini menutup celah dari gang gelap, pos ronda yang lama mati, hingga kebiasaan lengah pada jam tertentu.
Siskamling bukan romantisme masa lalu; ia adalah instrumen modern pencegahan yang berdiri di atas kolaborasi warga dan negara. Dengan komando jelas dari Pemkot Bekasi, dukungan DPRD, serta penguatan dari kepolisian dan perangkat daerah, kota ini punya modal lengkap. Sisanya ada di kita: menjaga bersama. Karena kota yang aman bukan hanya soal banyaknya mobil patroli, melainkan banyaknya mata yang peduli.






