todosemjogo.org – Sekjen MUI Dr. Amirsyah Tambunan menyambut baik tindakan PPATK bongkar rekening dormant bansos yang diduga dipakai menampung dana fiktif. Ia menilai pola penyalahgunaan ini mengindikasikan kerja sindikat terstruktur dan mendorong penegak hukum mengusut tuntas, seraya merekomendasikan percepatan Data Tunggal Sosial Ekonomi agar penyaluran bantuan tepat sasaran.
Read More : Reklame Bando di Jalan Raya Caman Diduga Tak Berizin: Dinas Tata Ruang Bekasi Siapkan Langkah Pembongkaran
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengumumkan temuan sekitar 10 juta rekening dormant, rekening tidak aktif yang justru menerima bantuan sosial (bansos). Dari temuan itu, ratusan ribu data penerima diduga terhubung dengan aktivitas ilegal seperti pinjaman online bermasalah, judi online, peredaran narkotika, hingga terorisme. Pada 29 Juli 2025, PPATK menerapkan pemblokiran sementara sebagai pagar pengaman untuk melindungi hak nasabah sekaligus menjaga integritas sistem keuangan.
Respons MUI: Apresiasi dan Kewaspadaan
Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI), Dr. Amirsyah Tambunan, mengapresiasi langkah cepat PPATK. Baginya, ini bukti kehadiran negara dalam menutup keran kebocoran bansos dan melindungi hajat hidup rakyat banyak. Namun apresiasi itu disertai kewaspadaan, skala temuan mengisyaratkan problem sistemik, bukan sekadar kekeliruan teknis.
Pertama, siapa pemilik sebenarnya dari rekening-rekening penerima bansos itu? Banyak yang diduga bukan milik penerima yang berhak.
Kedua, siapa yang mengendalikan arus transaksi hingga rekening tidak aktif mendadak hidup saat dana ditarik?
Ketiga, ke mana aliran dana triliunan rupiah yang bersumber dari jutaan rekening fiktif selama periode bansos?
Pertanyaan-pertanyaan ini bukan sekadar retorika. Ia menunjuk ke arah pola kerja yang rapi: ada perantara, ada akses, dan ada celah yang dipakai berulang.
Indikasi Sindikat: Terstruktur, Sistematis, Masif
Skalanya besar, modusnya berulang, dan jalurnya rapi, indikasi kuat adanya sindikat yang bekerja terstruktur, sistematis, dan masif. Untuk itu, investigasi mesti menelusuri pihak yang menyiapkan rekening, mengumpulkan identitas, hingga mengeksekusi penarikan dana. Pola ini tidak mungkin berjalan tanpa akses terhadap sistem perbankan dan pintu masuk data bansos.
Mata rantai berikutnya terletak pada Sistem Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Dengan akses yang tepat (atau disalahgunakan), data fiktif seperti nama, NIK dan alamat bisa masuk ke sistem. Di sini, pengawasan internal dan jejak audit menjadi kunci: siapa yang menginput, kapan, dengan validasi apa, dan siapa yang menyetujui?
Peran Perbankan: Kepatuhan dan âKnow Your Customerâ
Rekening fiktif dalam jumlah besar sulit terlaksana tanpa oknum perbankan yang abai atau terlibat. Proses know your customer (KYC), customer due diligence (CDD), hingga pemantauan transaksi patut diaudit. Bukan untuk menuding secara membabi buta, melainkan memastikan kepatuhan benar-benar bekerja, bukan sekadar formalitas.
Persoalan tak berhenti di bansos. Selisih data antar-kementerian, termasuk soal desa fiktif penerima dana desa, memperlihatkan lubang lain dalam tata kelola anggaran. Ketika data tidak sinkron, sindikat menemukan ruang bermain. Di sinilah koordinasi dan interoperabilitas data antarlembaga diuji.
Sekjen MUI mendukung penuh instruksi Presiden agar Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan membongkar skandal rekening dormant hingga ke akarnya. Setelah penelusuran finansial tuntas, berkasnya mesti segera dilimpahkan ke KPK dan aparat penegak hukum lain yang berwenang. Skema seperti ini adalah extraordinary crime: kerugian sosialnya luas, dampak kemanusiaannya nyata.
Solusi Struktural: Percepat Data Tunggal Sosial Ekonomi
Solusi jangka panjangnya tegas: percepat dan rapikan Data Tunggal Sosial Ekonomi. Satu basis data yang kredibel, dapat diakses lintas K/L dengan kontrol ketat, akan menyempitkan ruang manipulasi. Syaratnya dua:
- Sistem akuntabel dan transparan, dengan data lineage, log perubahan, dan audit yang dapat ditelusuri.
- Integritas pelaksana, orang yang mengelola data dan menyalurkan bantuan harus teruji kejujurannya.
Dengan fondasi itu, program prioritas seperti Makan Bergizi Gratis (MBG), bantuan pendidikan, penguatan koperasi, dan jaring pengaman sosial lain bisa lebih tepat sasaran.
Bersih-bersih rekening dormant bukan sekadar penertiban administrasi; ini uji marwah negara dalam mengurus yang paling dasar: data yang benar, kebijakan yang tepat, dan aparatur yang berintegritas. Di satu sisi, pemerintah mendorong pertumbuhan ekonomi dan program prioritas; di sisi lain, kebocoran harus ditutup rapat.
Ketika tata kelola data rapi, pengawasan finansial tajam, dan penegakan hukum tegas, bansos kembali pada hakikatnya: menopang yang lemah, bukan menguntungkan yang culas. Itu standar minimal, sekaligus janji yang mesti ditepati.






