Todosemjogo.org – Belanja pegawai Pemerintah Kota Bekasi diproyeksikan mendekati 50% dari APBD 2026. Saat ini, porsi tersebut sudah berada di kisaran 45%, belum termasuk kebutuhan untuk lebih dari tiga ribu tenaga honorer berstatus R4 yang tengah diperjuangkan statusnya menjadi PPPK ke pemerintah pusat. Pernyataan ini disampaikan Wali Kota Bekasi Tri Adhianto di Gedung Plaza Pemkot Bekasi, Senin, 4 Agustus 2025.
Read More : Layanan Administrasi Online Bekasi Diluncurkan Kurangi Antrean
Angka yang Perlu Diingat
Tri tidak menutup mata: beban belanja pegawai membengkak dan menekan ruang fiskal. Jika honorer masuk penuh sebagai belanja pegawai, porsi APBD yang terserap gaji berpotensi menyentuh ambang setengah porsi anggaran.
APBD bukan sekadar neraca; ia adalah napas pelayanan publik. Ketika separuhnya terserap ke gaji, kemampuan membiayai infrastruktur, kesehatan, dan pendidikan berkurang. Pertanyaan kuncinya: bagaimana tetap menjaga kualitas layanan tanpa “mengorbankan” para pelayan publik di garis depan?
Sikap Pemkot: Tanpa PHK, Fokus Jaga Layanan
Tri menegaskan tidak ada rencana PHK. Seluruh personel yang sudah berkontribusi pada layanan masyarakat akan dipertahankan. Di tengah tekanan fiskal, keputusan ini adalah kompas moral: layanan tetap harus jalan, tenaga tetap harus dihargai.
Resep yang ditawarkan: meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Logikanya sederhana: bila pendapatan naik, persentase belanja pegawai terhadap APBD otomatis menyusut. Pemerintah daerah disebut telah menyusun silabus kebijakan untuk memastikan transisi honorer—terutama R4—lebih adil, seraya menutup celah kebocoran penerimaan dan memperluas basis pajak/retribusi.
Baca juga: Bapenda Bekasi Optimistis Kejar 90% PAD di Pengujung 2025, Ini Peta Jalannya
Risiko dan Optimisme
Apakah ada potensi gagal bayar? Tri menyatakan optimistis: Bekasi memilih disiplin fiskal dan penguatan pendapatan, bukan pemutusan kontrak massal seperti yang ditempuh sebagian daerah lain. Optimisme ini bukan euforia, melainkan taruhan pada reformasi pendapatan dan manajemen pengeluaran yang lebih presisi.
Ketika belanja pegawai merapat ke 50% APBD, pilihan Bekasi jelas: jaga manusia, benahi kas daerah. Di ruang sempit fiskal, keberanian justru diukur dari kemampuan menambah pendapatan tanpa mengurangi martabat para pelayan publik. Tahun anggaran 2026 akan menjadi ujian: apakah strategi menaikkan PAD cukup kuat untuk menahan biaya, menjaga layanan, dan menuntaskan status honorer—tanpa meninggalkan siapa pun di belakang.






