- Latar Perkara dan Sikap Awal Partai
- Tiga Alasan Kunci Pelaporan
- Menghormati BK, Menegakkan Jalur Pidana
- Komunikasi Intensif dan Rasa Kecewa pada Mediasi yang Terlambat
- Musyawarah, Mandat Partai, dan Kepastian Langkah
- Mengapa Jalur Hukum Diutamakan?
- Implikasi bagi Etika Dewan
- Harapan Publik: Keadilan tanpa Tawar
- Penutup: Menjaga Marwah, Menguatkan Hukum
Todosemjogo.org – PKB Kota Bekasi memastikan laporan polisi terkait dugaan penganiayaan terhadap anggota dewan PKB, Ahmadi Madong, tidak berhenti di tengah jalan. Partai menegaskan komitmen menuntaskan kasus ini melalui jalur hukum, sembari mendorong penegakan etika di lembaga legislatif.
Read More : Mahamuda Desak PKB Gulirkan Hak Angket Mutasi Jabatan di Pemkot Bekasi
Latar Perkara dan Sikap Awal Partai
Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Kota Bekasi kembali menegaskan arah langkahnya: proses hukum atas dugaan penganiayaan terhadap kader mereka, Ahmadi Madong, akan terus berjalan. Penegasan ini disampaikan Ketua Lembaga Hukum dan Hak Asasi Manusia (Lakumham) DPC PKB Kota Bekasi, Sigit Handoyo Subagiono, dalam konferensi pers di Sekretariat DPC PKB pada Rabu malam, 24 September 2025.
Menurut Sigit, partai ingin perkara ini “terang benderang” dan dihormati prosesnya di kepolisian. “Laporan yang kami ajukan bukan sekadar formalitas. Ini soal hak korban, keadilan, dan pesan yang tegas bahwa hukum berlaku untuk semua,” ujarnya.
Tiga Alasan Kunci Pelaporan
Sigit memaparkan tiga alasan kenapa laporan ke Polres Metro Bekasi tak akan ditarik. Pertama, sebagai korban, Ahmadi Madong berhak atas perlindungan dan keadilan atas dugaan tindak pidana yang dialaminya.
Kedua, penegakan hukum diharapkan memberi efek jera, terlebih jika pelaku adalah sesama anggota dewan yang semestinya menjadi teladan. “Bagaimana mungkin sesama anggota dewan bisa bertindak semena-mena, sementara rakyat yang awam pun wajib menaati hukum,” tegasnya.
Ketiga, proses hukum ini menjadi edukasi publik di Kota Bekasi: Indonesia adalah negara hukum, dan setiap tindakan sewenang-wenang punya konsekuensi.
Menghormati BK, Menegakkan Jalur Pidana
Di sisi lain, Ketua DPC PKB Kota Bekasi, Rizki Topananda, menekankan bahwa partainya menghargai mekanisme internal di legislatif melalui Badan Kehormatan (BK). Namun, karena laporan pidana sudah masuk, maka fokus diarahkan ke proses di kepolisian. “Kami menghargai apa yang dikerjakan BK. Tetapi karena sudah ada laporan, kami minta klarifikasi dan pembuktian dilanjutkan di ranah hukum,” kata Rizki.
Komunikasi Intensif dan Rasa Kecewa pada Mediasi yang Terlambat
Rizki mengungkapkan, DPC PKB sebelumnya telah berkomunikasi dengan Ketua BK, Agus Rohadi, dan bahkan melakukan rapat internal sebelum melapor. Hanya saja, pihaknya menyayangkan proses mediasi tidak dilakukan lebih cepat oleh BK—yakni sebelum perkara resmi naik ke kepolisian. “Karena laporan sudah masuk, kami berharap semua pihak memberi perhatian serius agar kasus ini diselesaikan secara adil,” ujarnya.
Baca juga: Komunitas Musik Bekasi Gelar Konser Amal
Musyawarah, Mandat Partai, dan Kepastian Langkah
Rizki menegaskan, semua keputusan di DPC PKB Kota Bekasi merupakan hasil musyawarah mufakat dan mengikuti arahan DPW PKB Jawa Barat. Artinya, arah kebijakan bukan sikap spontan, melainkan keputusan organisasi yang terukur. “Kami tetap fokus pada jalur hukum. Kami percaya aparat penegak hukum akan menilai dan memutuskan mana yang benar dan mana yang tidak,” tandasnya.
Mengapa Jalur Hukum Diutamakan?
Kasus dugaan penganiayaan yang menyentuh ranah parlemen bukan sekadar konflik personal. Ini ujian kedewasaan politik—tentang apakah lembaga perwakilan mampu menjaga marwahnya, menghormati hukum, sekaligus melindungi warganya. Dengan membawa perkara ke kepolisian, PKB ingin memastikan proses yang terukur, transparan, dan akuntabel, bukan sekadar damai di permukaan. Di ruang publik, sinyal ini penting: kekuasaan tidak boleh melindungi perilaku sewenang-wenang.
Implikasi bagi Etika Dewan
Apa yang terjadi di internal dewan selalu punya gema ke luar. Setiap tindakan—apalagi menyangkut kekerasan—akan dibaca warga sebagai cermin moralitas wakilnya. Karena itu, jalur etik melalui BK tetap relevan untuk menilai kepatutan, sementara jalur pidana memastikan akuntabilitas di mata hukum. Dua jalur ini bukan saling meniadakan, melainkan saling menguatkan.
Harapan Publik: Keadilan tanpa Tawar
Publik menunggu kepastian: proses yang cepat, fair, dan berbasis bukti. Itu berarti pemeriksaan saksi yang rapi, rekonstruksi yang presisi, dan keputusan yang bebas dari intervensi. Ketika hukum ditegakkan tanpa pandang bulu, efeknya berlipat: kepercayaan warga meningkat, dan standar etik politik terdongkrak.
Penutup: Menjaga Marwah, Menguatkan Hukum
Kasus Ahmadi Madong mengingatkan kita, demokrasi bukan hanya tentang kursi dan suara, melainkan tanggung jawab dan keteladanan. PKB Kota Bekasi telah memilih panggungnya: kepolisian dan mekanisme etik. Sisanya, publik menagih konsistensi. Sebab di kota ini—seperti di mana pun—kekuatan politik baru bermakna jika tunduk pada hukum, dan kekuasaan baru terhormat jika berpihak pada keadilan.




